BAGHDAD - Di tengah-tengah laporan meningkatnya jumlah bunuh diri di dalam tubuh militer AS, sebuah penelitian yang dilakukan selama enam bulan mengumumkan apa yang menjadi konsekuansi lain atas penyebaran tentara Amerika Serikat di luar negeri.
Fakta yang diambil berdasarkan laporan Washington Post edisi akhir Mei memperkirakan bahwa lebih dari 20 persen dara angkatan peranga AS yang disebarkan di wilayah perang di Irak dan Afghanistan kembali ke rumahnya masing-masing dalam keadaan sakit mental.
Laporan tersebut menegaskan bahwa tentara Amerika lebih banyak menderita depresi berat dan stres berkepanjangan serta memperlihatkan gejala kelainan tekanan post-traumatis (PTSD).
Trauma yang menimpa para tentara Amerika itu pun sering juga menjadi penyebab meningkatnya perilaku kriminal, yang menurut laporan, juga terbawa meskipun mereka sudah dipulangkan ke kampung halaman mereka.
Penelitian yang dilakukan selama enam bulan dan dilakukan oleh surat kabar Colorado Springs Gazette ini menerangkan bahwa mantan tentara pun yang selalu melakukan rangkaian pembunuhan dan serangan lainnya melengkapi aksi mereka dengan tidak berdisiplin dan melakukan tindakan pembunuhan semena-mena selama mereka disebarkan di Irak.
Mantan tentara menyatakan bahwa kondisi brutal di Irak dan kegagalan militer AS dalam mengatasi stress merupakan penyebab terjadi banyaknya insiden pemerkosaan, kekerasan domestik, penembakan, penikaman, penculikan dan aksi bunuh diri.
"Selama penyebaran mereka, sejumlah tentara membunuh warga sipil tanpa pandang bulu hingga melakukan tindakan mutilasi atas mayat sipil Irak yang mereka bunuh," sebagaimana tertulis dalam laporan.
Pada Desember 2007, menurut laporan, salah seorang anggota brigade AS menulis pada pejabat tinggi militernya mengenai keyakinannya untuk melakukan kejahatan perang yang dilakukan oleh unitnya, termasuk menembaki dan memutilasoi seorang pemuda Irak berusia 16 tahun dan beberapa warga sipil lainnya.
Fakta yang diambil berdasarkan laporan Washington Post edisi akhir Mei memperkirakan bahwa lebih dari 20 persen dara angkatan peranga AS yang disebarkan di wilayah perang di Irak dan Afghanistan kembali ke rumahnya masing-masing dalam keadaan sakit mental.
Laporan tersebut menegaskan bahwa tentara Amerika lebih banyak menderita depresi berat dan stres berkepanjangan serta memperlihatkan gejala kelainan tekanan post-traumatis (PTSD).
Trauma yang menimpa para tentara Amerika itu pun sering juga menjadi penyebab meningkatnya perilaku kriminal, yang menurut laporan, juga terbawa meskipun mereka sudah dipulangkan ke kampung halaman mereka.
Penelitian yang dilakukan selama enam bulan dan dilakukan oleh surat kabar Colorado Springs Gazette ini menerangkan bahwa mantan tentara pun yang selalu melakukan rangkaian pembunuhan dan serangan lainnya melengkapi aksi mereka dengan tidak berdisiplin dan melakukan tindakan pembunuhan semena-mena selama mereka disebarkan di Irak.
Mantan tentara menyatakan bahwa kondisi brutal di Irak dan kegagalan militer AS dalam mengatasi stress merupakan penyebab terjadi banyaknya insiden pemerkosaan, kekerasan domestik, penembakan, penikaman, penculikan dan aksi bunuh diri.
"Selama penyebaran mereka, sejumlah tentara membunuh warga sipil tanpa pandang bulu hingga melakukan tindakan mutilasi atas mayat sipil Irak yang mereka bunuh," sebagaimana tertulis dalam laporan.
Pada Desember 2007, menurut laporan, salah seorang anggota brigade AS menulis pada pejabat tinggi militernya mengenai keyakinannya untuk melakukan kejahatan perang yang dilakukan oleh unitnya, termasuk menembaki dan memutilasoi seorang pemuda Irak berusia 16 tahun dan beberapa warga sipil lainnya.
(Althaf/arrahmah.com)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar pajak ditanggung pemilik blog ^-^