Rudal Balistic

MIM-104 Patriot


Tipe Handphone Permukaan-ke-rudal udara sistem
Tempat asal Amerika Serikat
Sejarah
Dalam pelayanan 1981-sekarang
Digunakan oleh Lihat daftar operator
Sejarah produksi
Perancang Raytheon, Hughes dan RCA
Dirancang 1969
Produsen Raytheon
Diproduksi 1976
Jumlah dibuat lebih dari 172  
Varian Patriot, Patriot PAC-1, Patriot PAC-2, Patriot PAC-3

Sistem Patriot telah dijual kepada (pengguna) : 
Republik Cina (Taiwan)
Mesir
Jerman
Yunani
Turki
Israel
Jepang
Kuwait
Belanda
Arab Saudi
Uni Emirat Arab
dan Spanyol.



Rudal Patriot


Tipe Permukaan-ke-udara rudal
Tempat asal Amerika Serikat
Sejarah produksi
Perancang Raytheon
Unit cost US $ 1 ke 3 million
Jumlah dibuat lebih dari 8.600  
Varian Standar, ASOJ / SOJC, PAC-2, PAC-2 GEM, GEM / C, GEM / T (atau GEM +) dan PAC-3
Spesifikasi (PAC-1 ) 
Bobot 700 kg
Panjang 5.800 mm
Diameter 410 mm

Warhead Komposisi B DIA M248 ledakan / fragmentasi dengan dua lapisan pra-terbentuk fragmen dan ledakan HE Octol 75/25 / fragmentasi
Hulu ledak berat 91 kg
Detonasi
mekanisme Kedekatan murang

Wingspan 920 mm
Pendorong Roket berbahan bakar padat
Operasional
jangkauan 160 kilometer (99 mi)
Penerbangan ketinggian 24.240 meter (79.500 kaki)
Speed Mach 5,0
Bimbingan
sistem Radio perintah dengan Via Track semi-aktif rudal pelacak
Meluncurkan
platform mobile trainable empat-bundar semi-trailer

Display statis Sukhoi 30MK2 TNI AU

TNI AU Lanud Halim Perdanakusumah

Indonesian air force























Rusia Tetap Hormati Kontrak Pengiriman S-300 Ke Iran


S-300. (Foto: RIA Novosti)



29 November 2009 – Duta Besar Iran untuk Rusia Mahmoud Reza Sajjadi mengungkapkan para pejabat Rusia mengatakan padanya mereka masih menghormati kontrak pengiriman sistem rudal anti pesawat S-300 ke Iran, Jumat (27/11) saat mengunjungi Harian Argomenti di Moskow.

Sajjadi menambahkan para pejabat Rusia berkomitmen juga menuntaskan pembangunan pembangkit listrik Bushehr dan mereka berharap pembangkit tersebut dapat beroperasi dalam waktu dekat, dilaporkan Kantor Berita Republik Islam Iran.

Pengiriman sistem pertahanan udara S-300 oleh Rusia ke Iran terkatung-katung setelah Amerika Serikat dan Israel menekan Rusia untuk membatalkan kontrak yang ditandatangani Desember 2005.

Sejumlah pejabat Iran bahkan mengancam akan menuntut Rusia ke pengadilan internasional karena melakukan wanprestasi atas kontrak yang sudah ditandatangani oleh kedua negara tersebut.

Salah satu perwira tinggi Iran Jenderal Hassan Mansourian mengatakan pada para wartawan saat digelar latihan perang bertajuk ''Modafean-e Aseman-e-Velayat 2”, akan mengantikan sistem S-300 jika batal dikirimkan dan digantikan dengan produksi dalam negeri.


S-300. (Foto: RIA Novosti)


Sejumlah ahli militer Rusia meragukan kemampuan Iran membuat sistem pertahanan udara sebanding dengan S-300, meskipun mendapat bantuan dari Cina. Dimana Cina memiliki sistem pertahanan S-300.

Menurut para ahli militer barat, sistem pertahanan udara S-300 akan ditempatkan di fasilitas nuklir Iran untuk melindungi dari serangan udara Israel atau Amerika Serikat.

Saat ini Iran mengandalkan sistem pertahanan udara buatan Rusia TOR M-1 yang diberitakan telah ditingkatkan jarak jangkaunya dari 25,000 kaki menjadi 30,000 kaki, serta sistem pertahanan udara buatan Inggris Hawk.

S-300 sebanding dengan sistem pertahanan udara buatan Amerika Serikat MIM-104 Patriot, kemampuan S-300 menjadikan jet-jet tempur yang dimiliki Angkatan Udara Israel saat ini menjadi peti mati terbang jika nekat melakukan serangan udara.

Sistem S-300 dapat melacak sasaran dan menembak sasaran berupa pesawat atau rudal pada jarak 120 kilometer, anti jamming dan mampu secara simultan melayani hingga 100 sasaran.

Selain menekan Rusia, Israel berusaha mendapatkan jet tempur buatan Amerika Serikat F-35 JSF secepatnya. Kemampuan F-35 JSF dapat mengatasi kehebatan sistem pertahanan udara S-300.
Source : beritan hankam

KRI Banjarmasin Resmi Memperkuat TNI AL

Kapal jenis Landing Platform Dock (LPD) buatan PT PAL yang diberi nama KRI Banjarmasin-592 resmi memperkuat TNI Angkatan Laut, sejak 28 November 2009.

Peresmian dilakukan setelah penyerahan kapal tersebut dari PT PAL ke Departemen Pertahanan untuk selanjutnya diserahkan kepada TNI Angkatan Laut dalam sebuah upacara militer di Surabaya, Sabtu.

Upacara peresmian dihadiri Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Kepala Staf Umum Laksamana Madya TNI Didik Heru Purnomo dan Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Madya TNI Agus Suhartono.

KRI Banjarmasin salah satu dari dua unit kapal jenis landing platform dock 125 meter, yang dibangun di galangan pembuatan kapal milik PT PAL, Surabaya, Jawa Timur.

Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut, Laksamana Pertama TNI Iskandar Sitompul kepada ANTARA News mengatakan, kapal buatan PT PAL tersebut menjadi kapal LPD ketiga yang masuk jajaran TNI AL. Dua kapal LPD pertama dibuat pabrik Korea Selatan, Daewoo International Corporation, dan diserahkan kepada TNI AL tahun silam.

Dibandingkan dengan dua LPD pertama, alat utama sistem persenjataan TNI AL yang dibangun di PT PAL ini mengalami sejumlah penyempurnaan mengikuti keinginan TNI AL.

Penyempurnaan itu antara lain daya angkut helikopter ditambah dari tiga menjadi lima, kecepatan kapal ditingkatkan dari 15 knot menjadi 15,4 knot, dan bentuk bangunan atas mengurangi penampang radar (”radar cross section“) sehingga membuat kapal lebih sulit ditangkap radar musuh.

Selain itu, kapal LPD tersebut juga dirancang untuk bisa dipasangi senjata 100 mm dan dilengkapi ruang khusus untuk sistem kendali senjata (fire control system), yang memungkinkan kapal mampu melaksanakan pertahanan diri.

Kapal yang dibeli dengan fasilitas pembiayaan kredit ekspor ini berfungsi sebagai pengangkut kapal pendarat pasukan, operasi amfibi, pengangkut tank, pengangkut personel, juga untuk operasi kemanusiaan dan penanggulangan bencana serta pengangkut helikopter.

KRI Banjarmasin 592


PT PAL sejak tahun 1980 telah menyelesaikan lebih dari 150 kapal aneka jenis
Data Teknis Landing Platform Dock 125m – KRI Banjarmasin-592
• Length Over All = 125 M
• Length Between Perpendicular = 109,2 M
• Breath = 22.0 M
• Depth (Tank Deck)/Truck Deck = 6,7 M / 11,3 M
• Draft Max = 4,9 M
• Displacement = 7.300 Ton
• Kecepatan Maksimum = 15 Knots
• Endurance days = 30 days
• Cruisning Range = 10.000 Miles
• Max Embarcation = 344 person (Crew 126; Troops 218)
• Helicopter = 5 unit
• LCVP = 2 unit

RM-70 Grad Dalam Operasi Amfibi



Kendala Sarana Angkut

Doktrin Strategi, taktik dan teknik peperangan amfibi yang merupakan proyeksi kekuatan tempur dari laut ke daratan sudah dikenal sejak ratusan tahun lalu. Melalui tahapan pengembangan teknologi dan kajian terhadap konsep operasi amfibi dari tahun ke tahun telah ditemukan prosedur pengiriman pasukan dan material tempurnya dari laut ke pertahanan musuh di daratan secara cepat, akurat dan dengan risiko minimal.

Bagian vital dari keberhasilan operasi amfibi adalah keberadaan berbagai sarana pendarat yang diibaratkan sebagai “Kaki” satuan tugas pasukan pendarat dalam mengirimkan kekuatannya kepantai lawan.

Selama satu abad teknologi sarana pendarat Marinir belum mampu keluar dari kelemahan utamanya yaitu : “menggabungkan kapasitas angkut dan kecepatan” Padahal sarana-sarana pendarat itu diibaratkan sebagai kaki suatu satuan/gugus tugas amfibi untuk melangkah sekaligus menguasai pantai musuh.

Sarana-sarana pendarat yang dimiliki Korps Marinir pada hakikatnya memiliki kelemahan dan kekurangan sangat besar terutama jika dihadapkan pada strategi operasi amfibi di masa sekarang, meskipun memiliki kemampuan angkut tapi masih terbatas dan lamban dan hal ini akan berisiko pada kemungkinan besarnya korban jika mendapatkan hambatan di pantai musuh.

Salah satu ketidakmampuan sarana pendarat yang kita miliki saat ini adalah ketika mendaratkan persenjataan RM-70 Grad yang terbentur pada kapasitas angkut dan kecepatan dari kemampuan sarana angkut yang dimiliki TNI AL sekarang.

Oleh karena itu kita harus segera menyesuaikan kemampuan sarana-sarana angkut/pendarat yang kita anggap sebagai kaki dalam operasi amfibi dengan melihat perkembangan organisasi dan persenjataan yang ada dan dimiliki TNI AL.

Sarana Pendarat TNI-AL

Dengan kemampuan Alutsista TNI AL yang dimiliki sekarang ini, dalam pandangan strategi/ taktik operasi amfibi kita masih jauh ketinggalan jika dihadapkan pada teknologi, di mana Strategi/taktik operasi amfibi modern sekarang ini cenderung menggabungkan kapasitas angkut dan kecepatan untuk memberikan hasil yang lebih siknifikan.

Dalam operasi Amfibi, melihat kemampuan kapal-kapal TNI-AL dan sarana pendarat yang dimiliki RM-70 Grad dapat diembarkasikan kedalam kapal angkut amfibi jenis Class Frost, Korea dan KRI Surabaya (LPD).


LCU di LPD KRI Surabaya


RM-70 Grad dapat didaratkan dengan cara Bongkar Pilih dan bongkar Umum, namun masih tergantung pada kemampuan Beaching tempur Kapal dan kemampuan pantai. Oleh karena itu masih memerlukan sarana pendarat/angkut yang ideal dan dengan berat kendaraan (termasuk senjata dan munisi) yang mencapai 25 ton maka pantai pendaratan relatif harus keras serta rawan terhadap serangan udara musuh pada saat GKK.

Tank Amfibi PAL-FAV



Sukses memodifikasi tank amfibi BTR-50 TNI-AL, kali ini PT.PINDAD bekerjasama dengan PT PAL membangun tank amfibi angkut pasukan terbaru dengan nama Armoured Floating Vehicle (PAL-AFV).

Dibangun dengan mengacu pada BTR-50PM, PAL-AFV mempunyai bentuk dan spesifikasi teknis yang tidak jauh berbeda. Perbedaan mencolok hanya pada penggunaan mesin Diesel inline 8 silinder yang dipakai, sehingga tenaga yang dihasilkan mampu mencapai 300Hp.

Kemampuan jelajahnya pun bertambah dari 400Km menjadi 480Km. Untuk kecepatan bertambah dari 50Km/jam menjadi 60Km/jam dijalan normal. Namun bobot kendaraan juga bertambah menjadi hampir 15 ton.

Untuk kemampuan daya angkut personil tidak berbeda dengan BTR-50. Yakni 3 awak tank dan 14 pasukan, dengan kemampuan operasional (endurance) selama 8 jam.


BTR-50PM, hasil modifikasi PT.PINDAD.


Seperti diketahui ada beberapa titik kelemahan yang kemudian dimodifikasi dari BTR-50P. Salah satunya yang krusial adalah garis air yang posisinya sejajar dengan lubang hisap mesin. Namun hal ini telah diperbaiki dan disempurnakan di tank amfibi PAL-AFV ini.

Tidak dijelaskan kapan prototypenya akan dibuat oleh PT.PINDAD, namun berdasarkan info yang diperoleh moderator dari PT.PAL di acara Indo-Defence 2008 kemarin (19-22 November 2008) mudah-mudahan 2009 nanti sudah ada realisasinya.

Hal ini juga makin memperjelas Transfer of Technology (ToT) antara RI (diwakili PINDAD) dan Korea dalam hal penguasaan teknologi suspensi dan roda penggerak rantai. Yaitu guna menunjang pengembangan panser amfibi ini (PAL-AFV), dan rencana PINDAD merealisasikan Light-tank pengganti Scorpion.



Spesifikasi :

Source : Aultsista

PT-76 Tank Amfibi Tua TNI-AL

Manuver PT-76 saat melakukan pendaratan di pantai

Manuver PT-76 saat melakukan pendaratan di pantai

Pengakuan kedaulatan atas kemerdekaan Negara Republik Indonesia oleh Kerajaan Belanda pada akhir tahun 1949 menandai berakhirnya Periode Perang Kemerdekaan 1945-1949. Pengakuan kedaulatan itu sendiri merupakan hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda, antara Pemerintah Indonesia dengan Kerajaan Belanda. Salah satu klausulnya menyebutkan bahwa Kerajaan Belanda berkewajiban untuk mengembalikan seluruh wilayah pendudukannya kepada Pemerintah Republik Indonesia, termasuk Papua Barat atau Nederlands Nieuw Guinea. Di sini disebutkan bahwa Belanda akan mengembalikan Papua Barat kepada Indonesia selambat-lambatnya dalam jangka waktu setahun setelah pengakuan kedaulatan.

Namun ternyata hingga 9 tahun setelah pengakuan kedaulatan, Pemerintah Belanda tidak juga merealisasikan klausul tersebut. Demi memperjuangkan kembalinya Irian Barat, Indonesia menempuh berbagai jalur diplomasi, termasuk melalui UNO (United Nations Organization/Persatuan Bangsa-Bangsa). Namun berbagai upaya tersebut mengalami jalan buntu, sehingga Indonesia kemudian mengumandangkan Tri Komando Rakyat (Trikora) yang intinya menuntut pengembalian Irian Barat ke Ibu Pertiwi sesegera mungkin. Belanda meresponnya dengan memperkuat militer di Irian Barat termasuk mendatangkan kapal induk Hr.Ms. Karel Doorman. Menanggapi hal tersebut, Indonesia memutuskan menyelesaikan masalah Irian Barat melalui kekuatan militer sebagai pendukung jalur diplomasi.

Sementara itu di bidang militer, Indonesia menyadari bahwa kondisi Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) tidaklah seimbang jika dibandingkan dengan Belanda. Untuk itulah Indonesia berupaya mendatangkan sejumlah peralatan militer, baik pembelian baru maupun “second hand”, dari berbagai negara sejak tahun 1958. Upaya pertama ditempuh dengan pendekatan kepada negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat, namun tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Hal tersebut dikarenakan “kentalnya rasa solidaritas” mereka terhadap Belanda yang juga merupakan anggota Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO/North Atlantic Treaty Organization) yang berbasis di Eropa Barat.

PT-76 in Action, tampilan kubah versi lama dengan meriam 76mm

PT-76 in Action, tampilan kubah versi lama dengan meriam 76mm

NATO yang dipimpin Amerika merupakan kekuatan penangkal terhadap ancaman militer dari Pakta Warsawa yang dipimpin Uni Soviet. Sejak era Perang Dingin (cold war) dimulai tahun 1949, dua kekuatan adidaya dunia tersebut senantiasa bersaing mengembangkan pengaruh dan kekuatan militernya di seluruh belahan dunia. Celakanya, Indonesia yang menganut politik bebas aktif turut terseret dalam perseteruan dua raksasa tersebut. Kemenangan Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam Pemilu 1955 dipandang sebagai ancaman bagi dominasi Amerika di Asia Timur, sehingga mau tidak mau lebih memilih “mendukung” Belanda, walau jelas-jelas telah melanggar kesepakatan dalam KMB. Oleh sebab itu maka pembelian peralatan militer oleh Indonesia yang dipandang membahayakan Belanda terkesan dihambat.

Menghadapi kondisi yang “menghimpit” tersebut, memaksa Indonesia “melirik” negara-negara Blok Timur, seperti Uni Soviet, RRC dan Yugoslavia. Sejak tahun 1960 mengalirlah sejumlah besar peralatan militer modern asal Uni Soviet ke Indonesia, dan salah satunya adalah tank amfibi ringan PT-76 (Plavayushtshiy Tank-76).

Kelahiran PT-76

PT-76 pertama kali diperkenalkan kepada publik dan diproduksi secara massal oleh Uni Soviet sejak tahun 1954. Desain dasarnya sebenarnya telah dirancang sejak pertengahan Perang Dunia II. Kendaraan lapis baja berawak 3 orang ini berfungsi utama sebagai kendaraan intai tempur di jajaran AB Uni Soviet dan 23 negara lainnya. Kondisi geografis Uni Soviet serta Eropa bagian tengah dan timur yang banyak memiliki rawa-rawa, danau dan sungai besar mendasari pembuatan tank amfibi ini.

PT-76 dalam defile HUT ABRI 1978. Terlihat meriam belum mengalami retrofit

PT-76 dalam defile HUT ABRI 1978. Terlihat meriam belum mengalami retrofit

Soviet bermaksud menjadikan PT-76 sebagai ranpur terdepan yang akan menjebol pertahanan NATO dari garis belakangnya. Kesuksesan Rommel dalam melabrak pertahanan Sekutu di hutan Ardennes, Perancis, dan Amerika saat memotong kekuatan militer Korea Utara di semenanjung Korea, merupakan obsesi Soviet. Rangka dasar PT-76 kelak banyak memunculkan dan menjadi ilham bagi pembuatan kendaraan-kendaraan tempur (ranpur) lainnya, seperti BTR-50, panser angkut meriam gerak sendiri ASU 85 dan kendaraan angkut peluncur rudal Frog-2.

PT-76 secara fisik memiliki bobot dalam keadaan kosong 13,5 ton dan dalam keadaan siap tempur 14,5 ton. Agar mampu beroperasi di perairan dalam maka tank ini hanya memiliki lapisan baja yang tipis, yaitu 14 mm di bodi dan 17 mm di turet, tidak seperti tank sejenis di kelasnya. Sementara itu untuk mengurangi beban penumpang, maka komandan tank juga merangkap sebagai pengamat medan, awak meriam dan operator radio. Dimensi baku PT-76 jika diukur tanpa meriam memiliki panjang 6,91 m, lebar 3,14 m dan tinggi 2,21 m, kemudian ketinggian dari tanah ke kolong tank (ground clearance) adalah 0,37 m. Jika diukur dengan panjang meriam serta ketinggian senapan penangkis serangan udara yang terdapat di PT-76 maka dimensinya menjadi: panjang 7,62 m, lebar 3,14 m dan tinggi 3,70 m.

Tenaga penggerak PT-76 dihasilkan dari mesin diesel 4 silinder jenis V-6 yang berkekuatan 240 tenaga kuda atau 1.800 rpm. Bahan bakar yang dibutuhkan adalah 250 liter solar (HSD) kemudian 60 liter air sebagai pendingin radiator serta menggunakan pelumas mesin jenis DCO.50 sebanyak 45 liter. Ini membuat PT-76 mampu melaju dengan kecepatan hingga 45 km/jam di jalan raya sepanjang 260 km, 30 hingga 35 km/jam di jalan biasa dan 25 km/jam di jalan bergelombang sejauh 210 km. Kelebihan PT-76 ini terletak pada kekuatan mesinnya, karena mampu memberikan kemampuan berenang yang baik ke arah muka sebesar 11 km/jam untuk jarak 70 km dengan waktu tempuh 8 jam. Sedang jika bergerak ke belakang, memiliki kecepatan hingga 5 km/jam. Itulah sebabnya mengapa PT-76 dipandang memiliki kualifikasi sebagai tank pendarat amfibi.

Sebuah PT-76 milik Vietnam Utara yang berhasil dihancurkan oleh militer AS

Sebuah PT-76 milik Vietnam Utara yang berhasil dihancurkan oleh militer AS

Kelebihan lain dari PT-76 adalah mampu mendaki ketinggian di kemiringan hingga 38 derajat ataupun penghalang tegak setinggi 1,06 m, mampu berjalan stabil pada medan yang memiliki kemiringan hingga 18 derajat, melintasi parit selebar hingga 2,8 m atau melintasi turunan hingga sedalam 0,75 m dengan besar tekanan pada permukaan 0,49 kg/cm persegi dan dengan perbandingan daya terhadap bobot sebesar 17,5 daya kuda/ton. Sementara itu sudut masuk saat tank akan berenang di laut, danau atau sungai besar adalah 30 derajat dan saat keluar ke permukaan sudut dongak moncongnya adalah 25 derajat. Sistem tenaga kelistrikan PT-76 bersumber pada 2 buah accu (aki) yang masing-masing bertegangan 12 Volt. Sebagai sarana komunikasi, PT-76 menggunakan radio tipe R-123.

Persenjataan Yang Dimiliki

Tank PT-76 secara standard dipersenjatai dengan 2 jenis senjata, yaitu sepucuk meriam berkecepatan rendah jenis D-56TM kaliber 76,2 mm dan sepucuk senapan mesin koaksial jenis SG-43 kaliber 7,62 mm. Sebagai tambahan, PT-76 juga dapat diperlengkapi dengan sepucuk senapan mesin penangkis serangan udara jenis DShK kaliber 12,7 mm yang ditempatkan di kubah yang memiliki sistem penggerak ganda, yaitu manual dan elektrik, yang mampu berputar penuh 360 derajat dalam tempo 20 detik. Meriam D-56TM memiliki panjang laras 3,315 m dan mampu menembak beruntun sebanyak 40 kali dengan kecepatan antara 8 hingga 15 tembakan per menit serta memiliki daya jangkau tembakan hingga 4 km.

PT-76 saat keluar dari pintu KRI Surabaya

PT-76 saat keluar dari pintu KRI Surabaya

Pada penembakan tunggal, meriam jenis ini mampu menjangkau jarak sejauh 12,8 km. Meriam ini memiliki sudut dongak tertinggi hingga 40 derajat dan sudut terendah saat menunduk adalah 4 derajat. PT-76 mengangkut amunisi meriam sebanyak 40 butir campuran yang terdiri atas amunisi jenis HE (high Explosive), HEAT (High Explosive Anti Tank) dan HVAP (High Velocity Armour Piercing). Sementara itu senapan mesin koaksialnya yang berbobot 13,8 kg dibekali 1000 butir peluru dan tersimpan dalam 4 magasen. Senapan mesin SG-43 mampu menembak secara beruntun 350 tembakan per menit dengan jarak efektif 2 hingga 2,5 km. Senapan mesin ini terletak di sebelah kanan meriam. Kemudian sebagai pertahanan diri para awak PT-76 juga dibekali dengan 18 buah granat tangan. Khusus pada tugas-tugas operasional di malam hari, awak senapan mesin ditunjang dengan teropong bidik jenis TSK 66.

Retrofit PT-76

Tank amfibi PT-76 secara resmi masuk ke dalam jajaran kesatuan kavaleri APRI sejak tahun 1962. Namun karena berkemampuan amfibi maka sebagian besar tank ini lebih banyak dioperasikan oleh Batalyon Panser Amfibi Korps Komando Angkatan Laut (KKO AL), atau yang sekarang dikenal sebagai Batalyon Kendaraan Pendarat Amfibi Korps Marinir TNI AL. Awalnya ranpur ini dipersiapkan untuk menunjang pelaksanaan operasi kampanye militer terbesar dalam sejarah Indonesia, yaitu Operasi Jayawijaya, yang akan digelar dalam rangka pembebasan Irian Barat. Pada perkembangan selanjutnya, PT-76 secara aktif dilibatkan dalam berbagai kegiatan operasi keamanan di dalam negeri dan operasi militer seperti Dwikora (1964-1965) di perbatasan Indonesia–Malaysia, Operasi Seroja (1975-1979) di Timor Timur dan Operasi Pemulihan Keamanan Terpadu di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (2002-2005).

PT-76 yang telah diretrofit, kini sudah dipasangi meriam 90mm

PT-76 yang telah diretrofit, kini sudah dipasangi meriam 90mm

Hingga memasuki era millennium ini, tank antik eks Rusia ini masih aktif dioperasikan oleh TNI AL dalam berbagai kegiatan penugasan dan latihan. Namun sesungguhnya kondisi PT-76 saat ini sangat berbeda dengan kondisi awalnya yang masih “asli” Rusia. Hal ini disebabkan adanya penggantian sejumlah mesin utama dan persenjataan dari produk Rusia ke produk negara-negara Barat. Keadaan tersebut tidak terlepas dari perkembangan situasi politik yang terjadi. Pada tahun 1965 meletus peristiwa berdarah G-30-S yang diduga didalangi oleh PKI, yang berujung dibubarkannya partai tersebut dan dinyatakan sebagai partai terlarang. Kebijakan pemerintah Indonesia itu kontan menuai protes keras dari Uni Soviet dan sekutu-sekutunya, dan akhirnya dilakukanlah embargo suku-cadang bagi PT-76. Embargo tersebut sempat menyulitkan pemeliharaan dan perawatan tank amfibi ini, hingga terpaksa dilakukan kanibalisasi. Namun mengingat PT-76 masih dipandang sebagai ranpur yang berperan penting dalam menunjang kegiatan operasi keamanan, untuk itu ditempuhlah kebijakan untuk mengganti mesin dan persenjataannya atau istilah kerennya “retrofit”.

Retrofit atau kegiatan peremajaan dimulai sejak tahun 1990 pada sejumlah Tank PT-76 yang masih layak pakai. Peremajaan dan modifikasi PT-76 antara lain meliputi: – Penggantian mesin diesel 4 silinder V-6 Rusia yang berkekuatan 240 daya kuda dengan mesin diesel 2 Tak 6 silinder jenis DDA V-92 T Turbo Charge seberat 1200 kg buatan Amerika Serikat yang berkekuatan 290 daya kuda. Penggantian ini memungkinkan PT-76 melaju di jalan raya dengan kecepatan hingga 58 km/jam, di jalan biasa 35 km/jam dan di medan terbuka 40 km/Jam. Meskipun demikin kecepatan saat berenang, baik ke arah muka maupun belakang, sama dengan spesifikasi “aslinya”. – Penggantian meriam D-56TM yang memiliki alur dan galangan berjumlah 32 buah, dengan meriam berkecepatan tinggi seberat 519 kg jenis Cockerill Mk.III A-2 kaliber 90 mm buatan Belgia. Meriam baru ini memiliki panjang laras 3,248 m dengan jumlah alur dan galangan 60 buah serta dibekali 36 butir peluru berbagai jenis. Meriam buatan Belgia ini memiliki jangkauan tembakan sejauh 2,2 km dan pada penembakan tunggal mampu mencapai 6 km. Adapun sudut dongak meriam ini 36 derajat dan tunduk 6 derajat. Sementara itu senapan mesin DShK diganti dengan FN GPMG kaliber 7,62 mm buatan Belgia. Meskipun telah berusia tua dan mengalami serangkaian peremajaan, namun PT-76 terbukti merupakan ranpur yang handal dan “bandel”. Kiranya cukup beralasan jika PT-76 Indonesia dijuluki “Battle Proven” alias Jago Perang yang melegenda di lingkungan Korps Marinir TNI AL.

(Source : Majalah Cakrawala TNI-AL)

Ampibious Tank BMP-3F

BMP–3F yang diproduksi oleh Rusia adalah kendaraan tempur (Ranpur) lapis baja yang bisa dikatakan sempurna dari segi teknologi dan kebutuhan pertempuran masa kini (Pertempuran Asimetris).

Awalnya angkatan bersenjata Rusia mulai menggunakan Ranpur jenis BMP sejak tahun 1980 dengan type BMP–2 (sekelas BVP-2 Slovakia yang TNI punya), pada akhir dasa warsa 1980-an.

BMP–2 sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan pertempuran saat ini, selain fungsi ganda sebagai kendaraan angkut personil dan sebagai ranpur utama.


BMP–2, ranpur angkut personil yang dijadikan basis pengembangan BMP-3

Diantara beberapa masalah yang belum terpecahkan saat membuat Ranpur baik di Rusia maupun di negara barat
adalah :
• Kemampuan menghancurkan musuh dengan instalasi yang dapat meluncurkan roket kendali anti Tank.
• Kemampuan menembakan peluru kanon ketika ranpur bergerak dalam segala kondisi cuaca (siang dan malam).
• Kemampuan menembak secara efektif dari segala jenis senjata (shell) ketika Ranpur/ panser mengarungi laut bergelombang di segala cuaca.
• Digunakannya roda-rantai sebagai dasar swa-gerak.
Permasalahan ini dapat terpecahkan ketika BMP–3F dibuat. Hasil uji coba dalam iklim yang berbeda, baik di darat maupun di laut menegaskan efisiensi dan efektifitas yang tinggi pada BMP –3 F.


BMP-3 dengan corak gurun milik UEA

Di era 90-an BMP–3 pernah di ujicoba di United Arab Emirates bersama dengan ranpur lainnya, diantaranya buatan Inggris dan Amerika. Dari hasil ujicoba tersebut memperlihatkan hasil yang sangat memuaskan pada BMP-3.

Selanjutnya BMP–3 disempurnakan kembali khususnya untuk manuver di laut, dimana penambahan Snorkel (sirkulasi
udara saat manufer di laut ruang pasukan / tempur tetap normal), dan perbaikan pada tameng di kubah untuk menahan air agar tidak masuk ruang tempur.


Modernisasi meriam pada ranpur berbasis BMP-3

Dengan penyempurnaan ini versi BMP–3 menjadi BMP–3F, BMP–3F memiliki beberapa fitur khusus antara lain :
• Kontruksi (chasis) BMP–3F memungkinkan untuk dimodernisasi, mudah perawatannya dan minim pemeliharaan.
• Dengan adanya beberapa penyempurnaan BMP–3F menjadi ranpur segala medan yang cukup berat, namun hal ini bisa diimbangi dengan manuver dan pertahanan diri yang lebih baik
• BMP–3F mengaplikasi persenjataan baru (SKS Arteleri – Roket – Meriam) dengan sistem kontrol penembakan secara otomatis.
• BMP-3F mampu menembak tepat dari segala jenis senjata saat bergerak karena di BMP3F sudah menggunakan skema balok
penggontrol penembakan otomatis yang baru (pola stabilizer sistem baru).


Turet BMP-3F, sistem kontrol penembakan dapat dilakukan secara otomatis.

• Kunstruksi persenjataan BMP–3F merupakan penggabungan dalam satu komponen (single-turet): Meriam, peluncur roket berkaliber 100mm, kanon otomatis berkaliber 30 mm dan Mitraliur berkaliber 7,62 mm. Penggabungan ini memungkinkan
awak ranpur dapat memilih dengan cepat keperluan penggunaan senjata dalam situasi tempur tergantung dari sasaran yang diinginkan baik darat, laut maupun udara.

Kapal Patroli TNI-AL Dipasang Peluru Kendali Jenis C-802


Uji Coba Rudal C-802

Peluncuran Rudal C-802 dari KRI Layang-805 (Foto : Dispen TNI-AL)

Jakarta - Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana Madya TNI Agus Suhartono mengatakan, pihaknya akan meningkatkan sistem tempur sejumlah kapal perangnya, untuk meningkatkan daya tempur dan efek tangkal.

“Peningkatan sistem tempur atau daya tempur sejumlah kapal perang TNI Angkatan Laut itu, akan dilakukan bersama dengan PT PAL,” katanya, ketika dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Selasa.

Ditemui di sela-sela seminar nasional “Pelestarian Lingkungan Laut”, ia mengatakan, sejumlah kapal perang jenis `van speijk` dan kapal patroli cepat 57mm, akan ditingkatkan daya tempur dengan mengintegrasikan kembali seluruh sistem tempur dengan persenjataan dan peluru kendali yang akan ditempelkan.

“Untuk membuat peluru kendali, kita belum mampu. Masih harus mengandalkan dari luar negeri. Tetapi kalau mengintegrasikan sistem tempur kapal-kapal perang kita, PT PAL sudah mampu,” ujar Agus.

Uji Coba Rudal C-802

Peluncuran Rudal C-802 dari KRI Layang-805 (Foto : Dispen TNI-AL)

Kasal mengatakan, dengan keterbatasan anggaran pihaknya terus melakukan skala prioritas dalam pengadaan dan operasional alat utama sistem senjata.

“Prioritas kami antara lain, pengamanan wilayah perbatasan maritim dan pulau-pulau terluar,” kata Agus.

Ia mengemukakan, pihaknya masih melakukan pemetaan persenjataan dan perlengkapan apa saja yang dapat diserahkan pengadaan dan penanganannya kepada PT PAL.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut Laksamana Pertama TNI Iskandar Sitompul mengatakan, Mabes TNI Angkatan Laut telah memesan sejumlah rudal jenis C-802 dari Cina untuk dipasang di sejumlah kapal perang.

“Kami telah melakukan ujicoba beberapa kali rudal C-802, dan hasilnya cukup memuaskan. Sehingga, ke depan kita akan melakukan pembelian sejumlah rudal C-802,” ungkapnya.

(Source : Dephan)

Indonesian Military Picture

" NKRI HARGA MATI "








































indonesian navy

indonesian army

Indonesian air force



----------------------

Support Palestine