BANYUWANGI - Marinir Amerika atau United States Marine Corps (USMC) menghadapi tantangan berat. Pasalnya, mereka harus menjalani latihan bertahan hidup di dalam hutan Selogiri, Banyuwangi, Jawa Timur, seperti yang dituturkan Kepala Tim (Katim) Survival Kapten Marinir M. Machfud di hutan Selogiri, Banyuwangi, Selasa (20/10).
Cuaca pagi itu sangat cerah dan sedikit demi sedikit mulai berangsur panas. Ratusan Prajurit Marinir Amerika tampak bersemangat dengan persiapan segala perlengkapan tempur seperti layaknya akan berangkat ke medan perang.
Senapan laras panjang M.16 A4 dan GPMG serta senjata canggih lainnya yang dilengkapi dengan infra merah tak pernah lepas dari genggaman mereka. Tak ketinggalan, peralatan komunikasi yang cukup canggih dan alat Global Positioning System (GPS).
Maklum, pasukan elit dari Amerika ini sedang bersiap akan mengikuti sesi latihan perang dan bertahan hidup di dalam hutan yang dikenal dengan istilah Jungle Survival, latihan ini dilakukan di hutan Selogiri, kecamatan Kalipuro, Banyuwangi.
Hutan Selogiri merupakan hutan tropis yang sangat mendukung untuk latihan perang dan memiliki karakteristik daerahnya memungkinkan pasukan untuk membuat manuver-manuver saat berperang di dalam hutan. Pohon-pohonnya sangat rindang. Gemericik air sungai yang jernih, suara burung dan hewan lainnya seakan menyambut Marinir Amerika untuk menjajal medan baru yang belum mereka kenal. “ Show me the jungle,” ungkap salah satu tentara Amerika kepada seorang pemandu dari Marinir TNI AL Serma Mar M. Ani Rosidin.
Latihan Survival kali ini diikuti 362 Marinir Amerika yang dipandu oleh 16 pelatih, 3 Interpreter, 4 Personel Komunikasi, 5 Prajurit Regu Pandu Tempur (Rupanpur) Korps Marinir TNI AL. Kegiatan survival ini merupakan bagian dari rangkaian latihan bersama Marinir Amerika dan Indonesia dangan nama Latihan bersama (Latma) Interoperability Field Training Exercise (IIP-FTX) 2009 yang digelar 17-24 Oktober 2009.
Latihan bersama yang dikomandani oleh Kolonel Marinir Nur Alamsyah ini dilakukan di empat tempat, antara lain di Pantai Banongan, Puslatpur Marinir Karangtekok, kecamatan Banyu Putih, Situbondo, Pasewaran dan hutan Selogiri, Banyuwangi.
Sebanyak 362 Prajurit Marinir Amerika yang menjelajahi hutan liar itu dibagi menjadi 2 gelombang, tiap gelombang dibagi menjadi 5 Tim yang tiap tim dipandu oleh para pelatih dan dokter dari Korps Marinir TNI AL.
Satu persatu tim di berangkatkan, didalam hutan, sudah disiapkan rintangngan dan jebakan ranjau yang dipasang sedemikian rupa sebagai tantangan. Blarr ... Sesekali terdengar suara ranjau yang meledak dari balik rerimbunan hutan. Tak ayal, para prajurit sempat kalang kabut. Namun mereka tetap saling koordinasi dan satu komando dengan komandan regunya.
Sebelum menjalani perang di dalam hutan, para prajurit Marinir Amerika ini dibekali beberapa pengetahuan dan wawasan terkait cara bertahan hidup di dalam hutan. ”Mereka juga kita ajari bagaimana cara makan tumbuh-tumbuhan di hutan, menghadapi hewan buas seperti ular dan beberapa jenis binatang buas lainnya”, terang Kepala Tim Survival Kapten Marinir M. Machfud.
Seorang pelatih lainnya Pelda Marinir Mujiono mempraktekkan bagaimana cara yang benar dalam menjinakkan ular. Beberapa prajurit Marinir Amerika pun juga ada yang mencoba makan beberapa jenis tumbuh-tumbuhan liar .
Dengan bekal logistik yang terbatas, seorang tentara memang dituntut bertahan hidup. Tiap gelombang latihan Survival ini memakan waktu empat hari empat malam. Tanpa persediaan makanan, pasukan diharapkan mampu bertahan selama empat hari empat malam.
Namun karena kelelahan dan tidak tahan dengan cuaca tropis, terhitung sejak Senin, 19 Oktober hingga Selasa 20 Oktober 2009 telah tercatat 10 prajurit Marinir Amerika yang tumbang dan tidak sanggup melanjutkan latihan survival dimedan latihannya para prajurit Korps Marinir TNI AL dari semua strata kepangkatan.
Ranus (26 th) berpangkat BFC kelahiran California misalnya, ia merupakan salah satu dari 10 Prajurit Marinir Amerika yang terpaksa harus dievakuasi oleh tim medis dari Korps Marinir Indonesia akibat kelelahan menghadapi hutan tropis yang menurutnya cukup berat dijadikan ajang latihan bertempur baginya.
source : DISPENAL
Cuaca pagi itu sangat cerah dan sedikit demi sedikit mulai berangsur panas. Ratusan Prajurit Marinir Amerika tampak bersemangat dengan persiapan segala perlengkapan tempur seperti layaknya akan berangkat ke medan perang.
Senapan laras panjang M.16 A4 dan GPMG serta senjata canggih lainnya yang dilengkapi dengan infra merah tak pernah lepas dari genggaman mereka. Tak ketinggalan, peralatan komunikasi yang cukup canggih dan alat Global Positioning System (GPS).
Maklum, pasukan elit dari Amerika ini sedang bersiap akan mengikuti sesi latihan perang dan bertahan hidup di dalam hutan yang dikenal dengan istilah Jungle Survival, latihan ini dilakukan di hutan Selogiri, kecamatan Kalipuro, Banyuwangi.
Hutan Selogiri merupakan hutan tropis yang sangat mendukung untuk latihan perang dan memiliki karakteristik daerahnya memungkinkan pasukan untuk membuat manuver-manuver saat berperang di dalam hutan. Pohon-pohonnya sangat rindang. Gemericik air sungai yang jernih, suara burung dan hewan lainnya seakan menyambut Marinir Amerika untuk menjajal medan baru yang belum mereka kenal. “ Show me the jungle,” ungkap salah satu tentara Amerika kepada seorang pemandu dari Marinir TNI AL Serma Mar M. Ani Rosidin.
Latihan Survival kali ini diikuti 362 Marinir Amerika yang dipandu oleh 16 pelatih, 3 Interpreter, 4 Personel Komunikasi, 5 Prajurit Regu Pandu Tempur (Rupanpur) Korps Marinir TNI AL. Kegiatan survival ini merupakan bagian dari rangkaian latihan bersama Marinir Amerika dan Indonesia dangan nama Latihan bersama (Latma) Interoperability Field Training Exercise (IIP-FTX) 2009 yang digelar 17-24 Oktober 2009.
Latihan bersama yang dikomandani oleh Kolonel Marinir Nur Alamsyah ini dilakukan di empat tempat, antara lain di Pantai Banongan, Puslatpur Marinir Karangtekok, kecamatan Banyu Putih, Situbondo, Pasewaran dan hutan Selogiri, Banyuwangi.
Sebanyak 362 Prajurit Marinir Amerika yang menjelajahi hutan liar itu dibagi menjadi 2 gelombang, tiap gelombang dibagi menjadi 5 Tim yang tiap tim dipandu oleh para pelatih dan dokter dari Korps Marinir TNI AL.
Satu persatu tim di berangkatkan, didalam hutan, sudah disiapkan rintangngan dan jebakan ranjau yang dipasang sedemikian rupa sebagai tantangan. Blarr ... Sesekali terdengar suara ranjau yang meledak dari balik rerimbunan hutan. Tak ayal, para prajurit sempat kalang kabut. Namun mereka tetap saling koordinasi dan satu komando dengan komandan regunya.
Sebelum menjalani perang di dalam hutan, para prajurit Marinir Amerika ini dibekali beberapa pengetahuan dan wawasan terkait cara bertahan hidup di dalam hutan. ”Mereka juga kita ajari bagaimana cara makan tumbuh-tumbuhan di hutan, menghadapi hewan buas seperti ular dan beberapa jenis binatang buas lainnya”, terang Kepala Tim Survival Kapten Marinir M. Machfud.
Seorang pelatih lainnya Pelda Marinir Mujiono mempraktekkan bagaimana cara yang benar dalam menjinakkan ular. Beberapa prajurit Marinir Amerika pun juga ada yang mencoba makan beberapa jenis tumbuh-tumbuhan liar .
Dengan bekal logistik yang terbatas, seorang tentara memang dituntut bertahan hidup. Tiap gelombang latihan Survival ini memakan waktu empat hari empat malam. Tanpa persediaan makanan, pasukan diharapkan mampu bertahan selama empat hari empat malam.
Namun karena kelelahan dan tidak tahan dengan cuaca tropis, terhitung sejak Senin, 19 Oktober hingga Selasa 20 Oktober 2009 telah tercatat 10 prajurit Marinir Amerika yang tumbang dan tidak sanggup melanjutkan latihan survival dimedan latihannya para prajurit Korps Marinir TNI AL dari semua strata kepangkatan.
Ranus (26 th) berpangkat BFC kelahiran California misalnya, ia merupakan salah satu dari 10 Prajurit Marinir Amerika yang terpaksa harus dievakuasi oleh tim medis dari Korps Marinir Indonesia akibat kelelahan menghadapi hutan tropis yang menurutnya cukup berat dijadikan ajang latihan bertempur baginya.
source : DISPENAL
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar pajak ditanggung pemilik blog ^-^