JAKARTA - Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengingatkan, semua pihak terutama otoritas Filipina untuk mengantisipasi penggunaan senjata PT Pindad secara ilegal oleh pihak-pihak tertentu.
"Kami mengajak semua pihak, termasuk otoritas Filipina untuk mengusut raibnya sejumlah pesanan senjata PT Pindad oleh Pemerintah Mali, saat dilakukan pemeriksaan oleh otoritas Bea Cukai Filipina," ujarnya di ruang kerjanya di Jakarta, Selasa (1/9).
Juwono mengatakan, kapal Kapten Ufuk yang digunakan pemesan mengangkut sepuluh pucuk pistol P2-V1 untuk Filipina dan 100 senjata laras panjang SS1-V1 untuk Pemerintah Mali, sempat singgah di sebuah tempat yang bukan menjadi tujuannya yakni di Bataan.
Seharusnya, lanjut dia, pelabuhan tujuan adalah Manila, Filipina. Namun, saat tiba dan diperiksa otoritas Bea dan Cukai setempat beberapa kotak sudah dibongkar dan beberapa senjata hilang.
"Ini yang harus dicek dan diusut, mengapa kapal singgah di Bataan dan kemana senjata yang hilang. Jangan sampai senjata itu jatuh dan digunakan pihak tidak bertanggung jawab, apalagi peredaran dan penggunaan senjata di Filipina sangat bebas," tutur Menhan.
Ia mengatakan, pengusutan itu penting mengingat kejadian tersebut dapat berpengaruh terhadap citra positif Indonesia sebagai pengekspor sebagian senjata bagi beberapa negara.
Direktur Teknik dan Industri Pertahanan Direktorat Jenderal Sarana Pertahanan Departemen Pertahanan Laksamana Pertama TNI Sudi Haryono mengatakan, selama sepuluh tahun melakukan ekspor senjata PT Pindad tidak pernan bermasalah.
Pada 2008 PT Pindad mengekspor berbagai jenis senjata sebanyak tujuh kali ke luar negeri, sedangkan pada 2009 mengeskpor 13 kali antara lain Thailand dan Mali. Sedangkan Filipina relatif baru sebagai negara tujuan.
Bukan Tanggungjawab Indonesia
Pemerintah Indonesia melalui Departemen Pertahanan menyatakan, tidak bertanggung jawab atas penyimpangan yang terjadi dalam pengiriman sejumlah senjata yang dipesan pemerintah Filipina dari PT Pindad beberapa waktu lalu.
Direktur Teknik dan Industri Pertahanan Direktorat Jenderal Sarana Pertahanan Departemen Pertahanan Laksamana Pertama TNI Sudi Haryono mengatakan, Pemerintah RI telah melakukan seluruh mekanisme ekspor persenjataan sesuai aturan dalam memenuhi pesanan Pemerintah Filipina dan Mali.
"Berdasarkan permohonan PT Pindad yang menerima pesanan dari Filipina dan Mali, maka Dephan mengajukan security clearence kepada Asisten Intelijen Panglima TNI," katanya.
Kemudian Asisten Intelijen Panglima TNI mengeluarkan security clearence sebagai dasar bagi Departemen Pertahanan untuk mengeluarkan rekomendasi izin ekspor kepada PT Pindad, masing-masing pada 20 Januari 2009 untuk pesanan sepuluh pucuk pistol P2-V1 bagi Filipina dan izin ekspor pada 12 Juni 2009 untuk 100 unit senjata SS1-V1 bagi Mali.
"Nah untuk pengirimannya, negara pemesan meminta dengan sistem free on board di mana kapal yang digunakan ditentukan oleh pihak pemesan. Jadi, PT Pindad hanya bertanggung jawab mulai dari perusahaan ke pelabuhan Tanjung Priok, sebagai pelabuhan muat," tutur Sudi.
Selanjutnya, kata dia, selepas dari Pelabuhan Tanjung Priok hingga pelabuhan tujuan di Manila, Filipina, sudah bukan tanggung jawab Pemerintah Indonesia. "Apakah kapal singgah di tempat lain, muatan hilang atau tidak itu sudah bukan tanggung jawab kita," ujarnya.
Sudi menambahkan, hingga kini pihaknya masih meminta klarifikasi lebih lanjut tentang penyitaan sejumlah senjata PT Pindad yang dipesan Pemerintah Filipina dan Mali oleh otoritas Bea Cukai Filipina.
"Kami juga masih menunggu konfirmasi keberadaan senjata-senjata itu sejauh ini, agar jelas dan tidak disalahgunakan pihak-pihak tidak bertanggung jawab," ujarnya.
Source : ANTARA
"Kami mengajak semua pihak, termasuk otoritas Filipina untuk mengusut raibnya sejumlah pesanan senjata PT Pindad oleh Pemerintah Mali, saat dilakukan pemeriksaan oleh otoritas Bea Cukai Filipina," ujarnya di ruang kerjanya di Jakarta, Selasa (1/9).
Juwono mengatakan, kapal Kapten Ufuk yang digunakan pemesan mengangkut sepuluh pucuk pistol P2-V1 untuk Filipina dan 100 senjata laras panjang SS1-V1 untuk Pemerintah Mali, sempat singgah di sebuah tempat yang bukan menjadi tujuannya yakni di Bataan.
Seharusnya, lanjut dia, pelabuhan tujuan adalah Manila, Filipina. Namun, saat tiba dan diperiksa otoritas Bea dan Cukai setempat beberapa kotak sudah dibongkar dan beberapa senjata hilang.
"Ini yang harus dicek dan diusut, mengapa kapal singgah di Bataan dan kemana senjata yang hilang. Jangan sampai senjata itu jatuh dan digunakan pihak tidak bertanggung jawab, apalagi peredaran dan penggunaan senjata di Filipina sangat bebas," tutur Menhan.
Ia mengatakan, pengusutan itu penting mengingat kejadian tersebut dapat berpengaruh terhadap citra positif Indonesia sebagai pengekspor sebagian senjata bagi beberapa negara.
Direktur Teknik dan Industri Pertahanan Direktorat Jenderal Sarana Pertahanan Departemen Pertahanan Laksamana Pertama TNI Sudi Haryono mengatakan, selama sepuluh tahun melakukan ekspor senjata PT Pindad tidak pernan bermasalah.
Pada 2008 PT Pindad mengekspor berbagai jenis senjata sebanyak tujuh kali ke luar negeri, sedangkan pada 2009 mengeskpor 13 kali antara lain Thailand dan Mali. Sedangkan Filipina relatif baru sebagai negara tujuan.
Bukan Tanggungjawab Indonesia
Pemerintah Indonesia melalui Departemen Pertahanan menyatakan, tidak bertanggung jawab atas penyimpangan yang terjadi dalam pengiriman sejumlah senjata yang dipesan pemerintah Filipina dari PT Pindad beberapa waktu lalu.
Direktur Teknik dan Industri Pertahanan Direktorat Jenderal Sarana Pertahanan Departemen Pertahanan Laksamana Pertama TNI Sudi Haryono mengatakan, Pemerintah RI telah melakukan seluruh mekanisme ekspor persenjataan sesuai aturan dalam memenuhi pesanan Pemerintah Filipina dan Mali.
"Berdasarkan permohonan PT Pindad yang menerima pesanan dari Filipina dan Mali, maka Dephan mengajukan security clearence kepada Asisten Intelijen Panglima TNI," katanya.
Kemudian Asisten Intelijen Panglima TNI mengeluarkan security clearence sebagai dasar bagi Departemen Pertahanan untuk mengeluarkan rekomendasi izin ekspor kepada PT Pindad, masing-masing pada 20 Januari 2009 untuk pesanan sepuluh pucuk pistol P2-V1 bagi Filipina dan izin ekspor pada 12 Juni 2009 untuk 100 unit senjata SS1-V1 bagi Mali.
"Nah untuk pengirimannya, negara pemesan meminta dengan sistem free on board di mana kapal yang digunakan ditentukan oleh pihak pemesan. Jadi, PT Pindad hanya bertanggung jawab mulai dari perusahaan ke pelabuhan Tanjung Priok, sebagai pelabuhan muat," tutur Sudi.
Selanjutnya, kata dia, selepas dari Pelabuhan Tanjung Priok hingga pelabuhan tujuan di Manila, Filipina, sudah bukan tanggung jawab Pemerintah Indonesia. "Apakah kapal singgah di tempat lain, muatan hilang atau tidak itu sudah bukan tanggung jawab kita," ujarnya.
Sudi menambahkan, hingga kini pihaknya masih meminta klarifikasi lebih lanjut tentang penyitaan sejumlah senjata PT Pindad yang dipesan Pemerintah Filipina dan Mali oleh otoritas Bea Cukai Filipina.
"Kami juga masih menunggu konfirmasi keberadaan senjata-senjata itu sejauh ini, agar jelas dan tidak disalahgunakan pihak-pihak tidak bertanggung jawab," ujarnya.
Source : ANTARA
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar pajak ditanggung pemilik blog ^-^