Jakarta 2/8/2009 (KATAKAMI) Nasihat orang tua yang paling sering disampaikan kepada anak-anaknya adalah berkawanlah dengan siapa saja. Dan jadilah seorang “anak manusia” yang disegani kawan dan ditakuti lawan.
Jika berbicara tentang persahabatan, sebuah persahabatan yang unik juga saya miliki yaitu dengan seorang Ulama bernama ABU BAKAR BAASYIR.
Uniknya adalah persahabatan itu tak pernah samasekali diwarnai dan ditandai dengan pertemuan fisik secara langsung. Bukan karena saya takut terhadap stigma bahwa seorang Abu Bakar Baasyir adalah “bapaknya parateroris”.
Bukan samasekali.
Stigma buruk itu secara hukum tak pernah bisa dibuktikan oleh proses HUKUM diIndonesia. Ustad Baasyir tidak terbukti dan tidak bisa dibuktikan terkait jaringan terorisme.
Sebagai seorang JURNALIS yang berkecimpung di dunia politik, hukum dan keamanan selama lebih 15 tahun, tentu saja saya mengenal nama Abu Bakar Baasyir– jauh sebelum persahabatan unik tadi terjalin –.
Yang paling kuat melekat dalam ingatan saya adalah cerita yang disampaikan oleh sahabat saya sesama JURNALIS (Tasya Tampubolon) yang beberapa tahun lalu pernah bertemu langsung dan mewawancarai Ustadz Abu.
Ohya, saya biasa memanggil beliau bila hendak mengirim pesan dengan panggilan Ustadz Abu.
Tasya Tampubolon dinasehati oleh Ustadz Abu bahwabila ia ingin masuk surga maka harus masuk ISLAM. Dan Tasya yang memangcuek ini, sambil tersenyum manis menjawab sopan kepada Ustadz Abu,”Okay Pak Ustadz, Ill think about it !”
Sedangkan persahabatan unik yang terjalin dengan saya, tak jelas dimulai kapan.Tapi memang agak rumit untuk bisa membuat Ustadz Abu menjadi percaya, respek dan menghormati jalinan persahabatan itu secara tulus.
Pertama, dalam rekam jejak hidup saya memang tercatat selama 5 tahun yaitu periode 2003-2008 pernah menjadi reporter untuk Radio Voice Of America(VOA). Lalu, saya juga beragama Katolik. Istilah kata, sudah jatuh maka tertimpa tangga pula. Artinya, sudah bekerja untuk Amerika Serikat, bergama Kristen Katolik pula.
Klop sudah semua unsur yang sangat dibenci oleh Ustadz Abu.
Ini mengingatkan saya ketika di Jakarta sedang gencar-gencarnya aksi demo yang snagat anarkis untuk menentang invasi AS ke Irak (tahun 2003). Persis, disaat perang Irak itu dimulai, saya bergabung di Radio Voice Of America (VOA).
Suatu ketika, saya yang bertugas meliput aksi demo dibunderan HI yang mengarah ke Kedutaan Besar AS di Jalan Medan Merdeka Selatan.
Tiba-tiba pada waktu itu, koordinator aksi demo dari kalangan Islam garis keras itu bertanya, “Mbak dari media mana ?”.
Dalam hati saya berkata, “Mati deh gue !”.
Tapi ketika itu, ada wartawan lain yang dengan cepat menjawab, “Oh itu teman saya, dari Radio anu …” jawab rekan wartawan yang berdiri didekat saya seraya menyebutkan nama sebuah radio swasta.
Bayangkan, kalau saya menjawab bahwa saya dari Radio Voice Of America (VOA). Mana waktu itu, saya juga mengenakan kalung salib. Setelah menjauh dari kerumunan aksi demo, saya dan teman wartawan tadi tertawa terbahak-bahak.
“Gila Mbak Mega, kalau tadi mereka ngamuk … Mbak yang kena berkali-kali. Sudah kerja buat Amerika, agama Kristen, pakai salib pula !” kata wartawan tadi.
Kembali pada persahabatan dengan Ustadz Abu. Beliau mulai menaruh respek yangtinggi kepada saya selaku JURNALIS sekitar 2 tahun terakhir (kalau saya tidak salah).
Ustadz Abu mengikuti semua tulisan saya terkait penanganan terorisme diIndonesia. Konsistensi dan ketajaman dalam mengkritik Tim Anti Teror POLRI yang patut dapat diduga memang banyak disalah-gunakan dan disalah-arahkan oleh Komisaris Jenderal Gories Mere sejak penanganan bom peledakan malam Natal, cukup diperhatikan oleh Ustadz Abu.
Saya mengecam semua aksi terorisme.
Entah itu yang dilakukan oleh teroris sungguhan atau teroris-terorisan.
Terorisme adalah kejahatan kemanusiaan yang harus diperangi oleh setiap dan setiap negara. Saya mewawancarai dan bersahabat dengan banyak Tokoh dan Ulama Besar Islam di Indonesia. Poin terpenting yang mereka sampaikan adalah ISLAM adalah sebuah agama yang mengajarkan kasih sayang.
Islam tidak membenarkan kekerasan dan penyalah-gunaan paham JIHAD.
Saat ketiga terpidana mati kasus Bom BaliI (Amrozi Cs) akan segera di eksekusi pada bulan Oktober 2008, saya mengirimkan pesan kepada Ustadz Abu Bakar Baasyir melalui tangan kanannya Fauzan Al Anshari.
Intinya, saya sungguh percaya bahwa dengan segala pengaruh yang dimiliki oleh Ustadz Abu kepada seluruh pengikutnya, pasti akan sependapat dengan saya betapa pentingnya menjaga keamanan dan perdamaian di Indonesia.
Salah satu pesan SMS yang dituliskan langsung oleh Ustadz Abu pada waktu itu adalah, “Ya Alloh, berikanlah berkah kepada sahabat kami yang baru ini yang datang menawarkan persahabatan dan perdamaian”.
Saat bom Mega Kuningan meletus pada Jumat (17/7/2009) lalu, sempat tudingan di arahkan kepada Ustadz Abu Bakar Baasyir dan santrinya di PondokPesantren Almukmin Ngruki Solo.
Bahkan melebar lagi kepada pemberitaan bahwaUstadz Abu dicekal.
Saya menghubungi beliau lewat Fauzan Al Anshari lewat pesan singkat SMS dan mengatakan, “Pak Ustadz Abu, salam hormat, saya prihatin pada pemberitaan soal pencekalan. Tenang saja Pak Ustadz, kebenaran itu takakan bisa ditutupi.Tapi saya percaya dengan kharisma dan pengaruh yangPak Ustadz miliki akan ikut mendukung INDONESIA yang aman”.
Biasanya, beliau jarang membalas tetapi pasti membaca.
Tapi sms saya terkait BomMega Kuningan ini langsung dibalas yang isinya “Yaa, terimakasih”. Yang ingin disampaikan disini kepada Ustadz Abu adalah dalam hitungan hari seluruh umat Islam di dunia akan menyambut datangnya bulan suci RAMADHAN.
Ya, MARHABAN YA RAMADHAN !
Jangankan pada saat bulan suci Ramadhan, pada bulan-bulan yang biasa saja, kita semua ingin agar INDONESIA dan dunia ini aman.
Aman dari segala kekerasan yang bernama peledakan bom. Peledakan bom yang berdaya ledak tinggi (high explosive) hanya akan mendatangkan kematian, tangisan dan penderitaan yang sia-sia bagi korban, keluarga korban dan warga dunia yang anti kekerasan.
Walau misalnya, bukan di Indonesia yang menjadi target sasaran selanjutnya tetapi di tempat lain — misalnya Thailand dan selanjutnya mengarah keAmerika Serikat (sekali lagi, ini cuma perumpamaan saja sebagai contoh!) — pertanyaan yang muncul di benak kita semua adalah untuk apa teror demi teror itu dibiarkan beranak-cucu di muka bumi ini?
Dendam adalah sebuah luka bathin yang memang sulit disembuhkan dan dipulihkan.
Dan siapa yang tak dendam jika patut dapat diduga ada tangan-tangan oknum pembesar dan oknum aparat sendiri yang berada di balik aksi peledakan bom Mega Kuningan, tetapi pihak yang dituding adalah pihak lain.
Siapa yang berbuat memang harus dialah yang bertanggung-jawab.
Itu hukum alam !
Siapa yang tak dendam kalau patut dapat diduga ada pihak tertentu yang mengais kekayaan dan bermimpi untuk bisa meraih jabatana tertinggi diKEPOLISIAN misalnya, diam-diam patut dapat diduga sengaja membisniskan aksi terorismesebagai komoditi dagang yang tingkat kemafiaan yang sangat mengerikan yaitu ulah dari kelompok Komjen GM.
Sederhana saja yang ingin disampaikan kepada semua pihak, mari kita berpikir secara jernih dan dengan hati yang tulus.
Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus itu jugalah kita akan menyambut bersama-sama datangnya bulan suci RAMADHAN.
Percayalah, Tuhan tidak tidur !
Percayalah, seperti apapun manuver atau gerakan gelap mata untuk menyembunyikan semua dugaan keterlibatan oknum aparat dalam peledakan BOM MEGA KUNINGAN, di dalam tubuh POLRI masih sangat banyak sekali polisi-polisi yang kredibel, berintegritas tinggi, jujur dan sangat relijius.
Dan percayalah juga, hukum tetap akan menjadi PANGLIMA di negaranya sendiri. Keamanan dan perdamaian itu, tak harus ditegakkan dan dilaksanakan di INDONESIA saja.
Tetapi juga di seluruh belahan dunia.
Janganlah ada aksi balas dendam atas nama terorisme. Dimanapun juga, tidak akan ada warga dunia yang mau terkena ledakan bom.
Dimanapun juga, tidak akan ada negara yang mau kehilangan rakyatnya akibat diberangus oleh kekejaman terorisme.
Tanpa bermaksud untuk sok baik hati kepada negara atau warga dunia lain, izinkan kami menyampaikan harapan yang besar agar situasi yang aman dan damai itu dibiarkan tumbuh dan berkembang di semua negara dan di semua kawasan.
Menutup tulisan ini, saya ingin mengulangi pesan singkat SMS yang saya kirimkan beberapa hari lalu kepada Ustadz Abu Bakar Baasyir — agar bisa dibaca, dipahami dan sama-sama dilaksanakan oleh kita semua anak bangsa Indonesia –, mari kita jaga INDONESIA yang aman.
Dan, mari kita ciptakan DUNIA yang aman.
Dengarkanlah harapan yang sederhana ini, hai engkau –siapapun juga engkau — yang merasa tersakiti atas segala fitnah yang memang tidak berperikemanusiaan terkait peledakan bom Mega Kuningan ini.
Harapan ini saya bisikkan kepada angin yang bertiup.Biarlah tiupan angin itu membawa pesan tulus ini ke Serambi Mekkah alias dari ujung wilayah SABANG sampai ke Merauke.
Setulus hati saya dan semua anak bangsa Indonesia — juga warga dunia — mendambakan hidup yang tenang dan bahagia.
Janganlah kita mengikuti gendang permainan irama lawan yang kebablasan dan kesetanan memperdagangkan isu-isu terorisme.
Mari kawan, saya ulurkan tangan tanda persahabatan.
Kita jelang datangnya bulan suci Ramadhan ini dengan penuh suasana persaudaraan. Percayalah, keadilan dan kebenaran adalah dasar-dasar kehidupan yang tak akan pernah bisa dihapuskan oleh siapapun dari jiwa-jiwa anak manusia yang memiliki kesejatian hati.
Kita jelang datangnya bulan suci Ramadhan dengan ketulusan untuk memaafkan pelaku sebenarnya dari BOM MEGA KUNINGAN ini — yang patut dapat diduga memang sakit jiwa ingin mencuri perhatian internasional dan di pihak lain ada yang ingin ujug-ujug naik pangkat serta jabatan karena sudah berhasil membuat ledakan-ledakan bom yang penuh kamuflase.
http://katakamidotcom.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar pajak ditanggung pemilik blog ^-^