JAKARTA - Pemerintah dalam hal ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, harus berani menyuarakan kecaman atas serangan tentara Israel kepada sejumlah relawan kemanusiaan di perairan Gaza, yang menewaskan beberapa di antara mereka.
Seperti diwartakan, di antara para relawan tersebut juga terdapat Warga Negara Indonesia (WNI). Mengingat keselamatan mereka (WNI) di luar negeri adalah juga tugas pertahanan Tentara Nasional Indonesia, sikap konkret pemerintah seharusnya bisa ditunjukkan dengan meminta persetujuan legislatif untuk mengerahkan kekuatan TNI ke sana. Jika inisiatif konkret tidak muncul dari pemerintah, DPR bisa mengambil alih dengan memaksa Presiden Yudhoyono mengirimkan pasukan terpilih TNI untuk misi penyelamatan WNI tersebut.
Pernyataan itu disampaikan Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) Andi Widjojanto, Selasa (1/6/2010), saat dihubungi Kompas. Andi mencontohkan negara maju seperti Amerika Serikat, yang memang sangat peduli (concern) pada keselamatan warganegaranya yang berada di luar negeri. Secara khusus pemerintah AS bahkan menugaskan pasukan marinir mereka, yang disiapkan di setiap Kedutaan Besar AS di mana pun, sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk mengevakuasi Warganegara AS dalam kondisi tertentu.
“Mereka (Marinir AS) adalah orang-orang yang paling akhir keluar dari suatu negara setelah semua warganegara mereka sudah dievakuasi semua. Dalam kasus serangan militer Israel kepada relawan, yang sebagian terdiri dari WNI, pemerintah harus turun tangan dengan mengirim sepasukan khusus TNI dalam misi penyelamatan. Hal serupa juga seharusnya dilakukan ketika sejumlah WNI kita yang bekerja di kapal berbendera Malaysia, beberapa waktu lalu disandera para pembajak di Somalia. Sayangnya saat itu pun pemerintah tidak lakukan penyelamatan,” ujar Andi.
Andi menambahkan, serangan militer Israel terhadap para relawan kemanusiaan kali ini bisa diterjemahkan sebagai bentuk agresi negara sekaligus kejahatan serius. Apalagi sebelum serangan tidak pernah dilaporkan adanya provokasi. Tidak cuma itu, keberadaan kapal-kapal yang mengangkut para relawan pun masih berada di perairan internasional.
Lebih lanjut Andi menilai, seharusnya pemerintah bisa menganggap serangan yang dilakukan militer Israel terhadap sejumlah WNI yang menjadi bagian relawan kemanusiaan itu sebagai bentuk invasi agresi asing. Keberadaan invasi agresi asing tersebut harus diinterpretasikan akan membahayakan dan menyerang salah satu dari tiga komponen negara dan bangsa, yaitu komponen teritorial, komponen keselamatan warga negara, dan komponen kedaulatan politik.
“Jelas-jelas ini kan menyerang dan membahayakan komponen warganegara kita. Jadi militer harus diterjunkan untuk mengatasi itu. Apalagi jelas-jelas serangan dilakukan ke warga sipil yang ada di kapal sipil, di perairan internasional, tanpa ada provokasi terlebih dahulu, dan tidak ada upaya mendahulukan langkah terakhir selain menyerang. Oleh karena itu pengerahan pasukan TNI sudah bisa dilakukan tentunya dengan persetujuan DPR,” ujar Andi.
Jika persetujuan dari DPR dan perintah Presiden sudah jelas, maka tinggal Panglima TNI memilih dan menentukan unit satuan apa yang kapasitasnya cakap untuk melakukan tugas tersebut. Andi menyayangkan, sampai saat ini pemerintah dan TNI tampaknya memang belum pernah terpikir untuk menyiapkan satu pasukan kecil khusus yang militan dan bersedia bergerak ke mana pun untuk menyelamatkan WNI walau cuma satu dua orang.
“Sepertinya memang tidak ada yang seperti itu dalam strategi pertahanan kita dan memang belum pernah dipikirkan. Pemerintah harus mulai memikirkan bagaimana melindungi keselamatan jiwa WNI di luar negeri terutama dalam konteks konflik,” ujar Andi.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar pajak ditanggung pemilik blog ^-^